Minggu, 18 September 2011

Keadilan Antara Terdakwa Tipikor Dan Terdakwa Umum Biasa

PEKANBARU-Kinerja pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, tentunya memberikan harapan baru bagi pemberantasan korupsi, khsusnya di Riau. Baik itu terhadap terdakwa yang diajukan oleh KPK, mapun dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada pengadilan di wilayah masing- masing.

Namun semenjak diadakannya pengadilan tipikor di Pekanbaru, banyak pandangan pro dan kontra di masyarakat dalam menjadikan pengadilan sebagai satu-satunya wadah untuk memberikan perlakukan keadilan kepada para terdakwa. Dan yang paling mencolok saat ini adalah cara mendapatkan perlakukan dimata hukum. Keadilan mengenai status terdakwa yang memang jauh berbeda dari kasus yang dialami oleh terdakwa pada pidana umum.
Katakanlah persidangan dalam kasus narkoba, pencurian, penganiayaan dan umum lainnya, Seperti contoh penyidangan di pengadilan terhadap pelaku narkoba yang ditangkap saat bermain judi pasca bekerja. Sebut saja perbedaan tuntutan yang diberikan jaksa kepada terdakwa tipikor dengan tuntutan pada terdakwa kasus umum tadi. Tidak jauh berbeda, atau hanya beda tipis, meskipun siapa yang dirugikannya dan berapa banyak kerugian yang diakibatkan karena perbuatanya. Bahkan tidak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.

Salah satu kasus Tipikor, sebut kasus terdakwa Tengku Harun Malik (56), mantan PNS Disdikpora Kampar, terdakwa dituntut JPU, 2,5 tahun penjara. Secara sah menurut JPU pada sidang beberapa waktu lalu, terdakwa telah melanggara pasal yang didakwakan, sehingga selain dituntut 2,5 tahun, juga dikenai denda Rp 50 juta dan subsider 6 bulan kurungan.
Dimana dalam penyidikan kasus ini, disdikpora Kampar melakukan pengadaan pakaian dinas harian (PDH) dengan anggaran APBD 2007 sebesar Rp3,611 miliar dan pengadaan pakaian korpri dengan anggaran Rp2,383 milyar. Terdakwa yang bertindak selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK). Dalam fakta persidangan melakukan mar up atas ongkos atau upah menjahit pakaian yang seharusnya ongkos tersebut diberikan kepada UPTD di 12 kecamatan, Intinya untuk masyarakat banyak.
Dalam Kronologisnya terdakwa mengambil keuntungan dari nilai sebesar Rp Rp10 sampai Rp15 ribu, per stelnya dikalikan 14.986 stel pakaian dinas. Maka kerugian

keuangan negara dalam kasus ini yakni, Rp271.757.000, yang berhasil diraup terdakwa. Hanya 2,5 tahun dengan merugikan uang rakyat dengan jumlah yang cukup tinggi. Sementara salah seorang terdakwa Narkoba yang hanya sebagai korban untuk dirinya sendiri, sampai dituntut JPU dengan tuntuan 4,6 tahun penjara.
Seperti seorang terdakwa narkoba, seorang penyanyi orgen tunggal bernama Mella Kurnia (21), dituntut jaksa hukuman penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara. Wanita muda beranak satu ini, diduga hanya korban dari pelaku bisnis narkoba. Dimana Arif meminta terdakwa untuk mengantarkan satu paket sabu seharga Rp300 ribu kepada pemesannya Rahmat (DPO). Lalu Mella pun menemui Rahmat di Wisma Tirta.
Setelah bertemu dengan Rahmat, lalu Mella menyerahkan barang yang awalnya diakuinya tak tahu apa barang yang mau diantat itulah yang membuat wanita yang sudah memiliki seorang anak itu, di tuntut 4,6 tahun, Karena dari hasil penggeledahan dari saku celana sebelaalah kirinya ditemukan sabu seberat 0,05 yang terbungkus dalam plastik bening.
Selain itu ada perbedaan lagi yang mencolok antara terdakwa Tipikor dengan terdakwa pidana biasa (umum) dimana terdakwa kasus korupsi yang diproses di pengadilan umum ini terkesan bebas berkeliaran kesana kesini ketika menunggu proses persidangan. Namun berbeda ketika dilihat para terdakwa tindak pidana biasa tadi, mereka di kurung dalam ebuah sel untuk menunggu proses. Bahkan waktu disidangkan pun sudah larut dan berlama-lama, sehingga kesaanya tak penting lagi keadilan bagi mereka.
Pengadilan memang mampu memberi kepastian hukum, tapi sangat sukar untuk member rasa keadilan hukum. Selain sistem birokrasi penangan kasus yang terkesan berbelit-belit, sistem yang tidak konsisten juga melahirkan peradilan yang sulit. Pembiayaan-pembiayaan yang terdapat pada prosedur secara non pormal sebut saja pungli pada tahap serta proses persidangan sangat menyiksa masyarakat kecil pencari keadilan. Tambah lagi, paradigma masyarakat mengangap pengadilan sama hal akan tempat jual beli hukum, sebeb masih banyak oknum-oknum pengadilan dan kejaksaan yang berwajah tak bersahabat terhadap masyarakat yang datang. Semoga rasa keadilan dan keharmonisan benar-benar bisa diwujudkan di pengadilan dalam melayani masyarakat.
Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Dani Quinchy HaluaN 2010

Template By Nano Yulianto